Senin, 28 Desember 2015

Taman Kupu-Kupu : Weekend di Tabanan, Bali

Bali Butterfly Park 

Yeayyyy, kita sudah sampai,” sorakku dan Nandhya ketika sampai di halaman parkir Bali Butterfly Park. Taman yang berlokasi di banjar Sandan Lebah, desa Wanasari, Tabanan – Bali ini lumayan gampang di cari. Ini kali pertama kami berkunjung kesini, dan tak ada kesulitan mencari lokasinya. Walaupun dari kota Tabanan ini kami mesti meminta bantuan petunjuk dari mister google maps,hehehe

Yaps, dengan jarak tempuh 31km kami menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam dari Denpasar. Kalau dari kota Tabanan hanya sekitar 7km sudah sampai di lokasi. Untuk masuk ke Bali Butterfly Park ini dikenakan tiket seharga 30 ribu rupiah untuk dewasa dan 15 ribu rupiah untuk anak-anak (tarif untuk turis asing lebih mahal).

taman di Bali Butterfly Park
Taman seluas 1 hektar yang dibangun pada tahun 1996 ini memiliki  koleksi berbagai macam jenis kupu-kupu dari seluruh Indonesia.

Tamannya ditutup dengan jaring agar kupu-kupu tidak terbang meninggalkan taman. Selain bisa melihat berbagai jenis kupu-kupu, kita juga bisa melihat beberapa jenis kumbang dan belalang di sini.



Pak Putu, salah seorang petugas di tempat pengembangbiakan menjelaskan beberapa jenis spesies kupu-kupu yang ada disana serta proses pengembangbiakannya. Proses metamorfosis kupuu-kupu dimulai dari telur yang dihasilkan oleh kupu-kupu dewasa, setelah 4 hari telur-telur akan menetas menjadi ulat. Ulat akan menjadi kepompong sebulan kemudian. Setelah menjadi kepompong selama kurang lebih sebulan baru lah ia menjadi kupu-kupu cantik beraneka warna.

kupu-kupu Barong
Butuh waktu dua bulan untuk proses dari telur hingga menjadi kupu-kupu,”jelasnya sambil mengambil salah satu kupu-kupu jenis Barong dan meletakkannya di tanganku. 

Kupu-kupu Barong ini adalah jenis kupu-kupu paling besar yang menjadi koleksi taman ini. 

Di tempat pengembangbiakan pengunjung bisa berfoto bersama kupu-kupu, karena mereka baru belajar terbang, jadi masih bisa diambil dan diletakkan di tangan. Eitss, jangan lupa pelan-pelan dan hati-hati ya, karena sayap kupu-kupu kan sangat rapuh, jangan sampai demi berfoto sama kupu-kupu tapi malah jadi menyakiti mereka.


Nandhya senang sekali melihat kupu-kupu ditangannya

Nandhya sangat senang diajak berkunjung kesini, berlari-lari disekitar taman mengejar kupu-kupu, bermaksud mengajaknya bermain. Akhirnya ia puas melihat-lihat dan berfoto dengan kupu-kupu yang aku letakkan di tangannya saat mengunjungi tempat pengembangbiakan. Katanya ia mau diajak main lagi kesini nanti kalau liburan lagi :D


Di museum'nya pengunjung bisa melihat ratusan jenis koleksi kupu-kupu cantik berbagai warna yang sudah diawetkan.

kupu-kupu hinggap dirambutku
Ada juga beberapa karya foto kupu-kupu disana. 

Untuk pengunjung yang ingin membeli souvenirnya juga bisa, ada beberapa jenis kerajinan seperti jepit rambut kupu-kupu, kalung dan gantungan kunci kupu-kupu/kumbang, t-shirt yang bergambar kupu-kupu,dll.


Taman ini di buka dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Cocok sekali untuk liburan keluarga. Apalagi untuk anak-anak, bisa bermain sambil belajar. Disini juga orang tua bisa belajar dan mengenalkan lebih banyak hal lagi agar anak-anak kelak lebih mencintai alam dan lingkungannya. (photos by Anggara Mahendra)

Senin, 21 Desember 2015

Pura Pasar Agung : Enam Jam Sebelum Puncak Gunung Agung

Pura Pasar Agung

Perjalanan kali ini adalah untuk melunasi janji kepada diri sendiri. Salah satu resolusi di tahun 2015 ini yang buru-buru harus dituntaskan sebelum tahun ini berakhir adalah mendaki Gunung Agung. Tertunda-tunda sejak beberapa bulan, akhirnya memantapkan diri untuk pergi di tanggal 28 November lalu. Memilih weekend agar libur ngantor dan kebetulan juga bertepatan dengan hari raya Saraswati. Aku ditemani Anggara, Agus, dan Adit, dan kami berangkat dari Denpasar menuju Karangasem. Kami sepakat akan mendaki Gunung Agung menggunakan jalur dari Pura Pasar Agung. Start point untuk mendaki Gunung Agung ada dua yaitu Pura Besakih dan Pura Pasar Agung, tapi mengingat waktu itu kami berangkat tanpa persiapan fisik yang cukup matang, jadi kami pilih jalur yang lebih singkat.

Kurang lebih tiga jam perjalanan dari Denpasar kita akan sampai di lokasi. (waktu itu kami berangkat pagi, jadi bisa mampir istirahat dulu  di rumah seorang kerabat di desa Selat sebelum sorenya kami melnjutkan perjalanan menuju lokasi Pura Pasar Agung). 

Sore itu perjalanan kami menuju Pura Pasar Agung ditemani gerimis dan kabut yang membuat tulang terasa ngilu dan hidung mulai meler :D.   


Dari desa Selat, kita melewati jalan tanjakan berkelok-kelok hingga menuju lokasi parkiran pura. Pemandangan sepanjang hutan cantik sekali. Sesekali aku mesti turun dari boncengan, karena motor tak kuat naik, dan bebrapa kali kami berhenti karena cantiknya pemandangan menggoda kami untuk berhenti mengambil beberapa gambar,hahaha



Dan akhirnya kami sampai di parkiran pura. Masih berkabut dan sudah pasti dingin. Sudah ada beberapa kendaraan nampak terparkir di sana.  Ohya, parkir di sini walaupun menginap aman karena ada petugas dari warga yang berjaga di sana, sekalian mereka biasanya berjaga untuk menawarkan jasa pemandu pendakian untuk pengunjung.  Kami pun berganti pakaian menggunakan pakaian sembahyang (memakai bawahan kain dan selendang). 

Dari parkir menuju pura adalah jalan dengan  ratusan tangga, lumayan untuk pemanasan mengurangi dingin,hehe.   

Tempat berdirinya Pura Pasar Agung ini masih merupakan wilayah desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kab. Karangasem. Pura ini berada di punggung atau bisa dikatakan di pertengahan Gunung Agung diketinggian 1.600 mdpl. Sudah tentu kawasan ini hawanya dingin kan, jadi jika kawan-kawan akan bersembahyang kesini apalagi berencana untuk mekemit (menginap) maka jaket atau pakaian tebal lainnya adalah logistik wajib.

*Nama lengkapnya adalah Pura Pasar Agung Giri Tolangkir, keberadaannya berkaitan erat dengan Pura Besakih. Sebagai hulunya pulau Bali, Pura Besakih yang letaknya di Timur Laut. Ini sesuai dengan arah terbitnya matahari yang akan memberikan sinar ke seluruh jagat raya dan kemudian dipasarkan dan disebarkan melalui Pura Pasar Agung, sehingga diharapkan semua mendapat perlindungan, berkah dan keselamatan.  Pura Pasar Agung, diyakini pula sebagai pura pasar untuk seluruh Dewa Kahyangan. Pura yang termasuk Pura Kahyangan Jagat ini memiliki 2 buah pelataran, selain Pura Pasar Agung juga terdapat Pura Melanting yang merupakan tempat persembahyangan pertama. Terdapat beberapa pelinggih seperti sanggar Agung, meru, gedong, bale pelik, pewedaan dan bale gong. (*dikutip dari berbagai sumber)

bila akan sembahyang kesini bawalah dua pejati dan beberapa canang ;) 


waktu kami sembahyang kabutnya kayak gini nih, brrrr bangettt ;)
Setelah bersembahyang sekaligus memohon ijin dan restu untuk pendakian kami dini hari nanti, kami beristirahat di wantilan pura, bersama beberapa pemedek dan pendaki-pendaki lain yang juga akan melakukan pendakian. Kawan-kawan yang akan mendaki melalui jalur ini sebaiknya membawa bekal makanan cukup, karena jarang sekali ada warga yg berjualan makanan disini. Tapi tenang, untuk urusan komunikasi sudah ada koneksi internet dari WiFi di pura. Wahhh kerennnn deh, sangat membantu komunikasi tetap jalan selama di sini. WiFi’nya  bisa dijangkau di area wantilan sampai jaba tengah saja. Ketika sampai di Jeroan Pura tidak akan ada koneksi apa-apa lagi, hahaha mungkin artinya biar sembahyangnya tetap khusuk. 

Ohya, jika ingin melakukan pendakian ke Gunung Agung hindari hari-hari suci berikut yang merupakan saat Pujawali atau upacara yadnya di pura ini, seperti: Purnama Sasih Kelima (1 tahun sekali) pelaksanannya selama 11 hari; Purnama Sasih Kedasa (1 tahun sekali) selama 11 hari; Buda Wage Ukir (6 bulan sekali) selama 3 hari dan pada Tilem Kesanga (1 tahun sekali) dan hanya sehari saja, dan ada beberapa hari tertentu yang pengunjung tidak diijinkan untuk mendaki. Dan hal yang tidak kalah penting adalah jangan membawa atau memakai logistik dan makanan yang berbahan sapi atau babi. Yaa demi kelancaran perjalanan kita, sebaiknya hal-hal seperti ini sangat diperhatikan. 

Bapak Wayan Tegteg
*Kalo kawan-kawan ada yg berencana mendaki Gunung Agung dari jalur Pura Pasar Agung bisa menghubungi Bapak Wayan Tegteg (0857 9211 4399), beliau adalah orang lokal sana yang sudah berpuluh tahun bekerja sebagai guide untuk para pendaki.*




Senin, 07 Desember 2015

Air Terjun Goa Rangreng - Gianyar


GOA RANG RENG / credit: Anggara Mahendra

Ngomongin soal berwisata di Bali, sepertinya kita tidak akan pernah kehabisan cerita. Dari tempat wisata yang sudah ada sejak dulu hingga makin banyak pula objek wisata baru yg bermunculan. Bagi kawan-kawan penghobi jalan-jalan, apalagi yang selalu update dengan tempat wisata baru pasti sudah langsung tahu ketika ditanyakan tentang Air Terjun Goa Rang Reng. Katanya kalo weekend pengunjungnya bisa mencapai seribuan orang. Wooow.. menarik ya, objek wisata yang dikelola masyarakat Banjar Gitigit dan baru dipublikasikan sekitan tiga bulan ini berarti memiliki daya tarik wisata yang cukup menarik. Saya pun penasaran, jadi memutuskan untuk berkunjung weekend kemarin (20151205).

 
Air terjun Goa Rang Reng, berjarak sekitar 31km dari Kota Denpasar. Lokasinya di Banjar Gitgit, Desa Babakan, Gianyar. Jika kalian dari kota Gianyar, dengan perjalanan 3km saja sudah sampai di lokasi, sudah ada sign besar di pinggir jalan. Kendaraan roda empat bisa parkir di dekat jalan raya, tapi untuk kendaraan roda dua bisa masuk lagi ke dalam hingga tempat parkir di ujung jalan, tepat sebelum jalan turunan dengan puluhan anak tangga menuju air terjun.


Sesuai dengan namanya, daya tarik tempat ini ada dua yaitu keindahan air terjun serta goa yang bernama Rang Reng. Mengapa namanya Rang Reng? Artinya apa? Pertanyaan ini sudah menjadi bekal kami datang kesana, hehe


Bapak Nyoman menunjukkan jalan menuju ke goa, dan menemani kami berkeliling. Sambil mulai berjalan, ia pun mulai bercerita tentang sejarah goa dan air terjun. 


Konon cerita di mulai dari kegundahan hati sang raja dari Kerajaan Bedahulu (belum ada sumber jelas angka tahunnya) karena rakyatnya di daerah Gianyar Selatan tidak bisa bercocok tanam oleh karena tidak adanya sumber irigasi. Maka diperintahkanlah Kebo Iwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kebo iwa diutus ke Bangli untuk mencuri aliran sungai untuk dialirkan ke daerah selatan. Namun dengan kecerdikannya dan kesaktiannya ia cukup hanya meminta secangkir air dari Bangli untuk di bawa pulang. Olehnya dibuatlah pula sebuah goa untuk tempat air tersebut. Berkat kekuatan yang ia miliki goa yang konon dibuat hanya dengan menggunakan tangannya berhasil dibuat dalam semalam (bila berkunjung ke dalam goa bisa diperhatikan di sekitar dinding dan langi-langit goa nampak seperti bekas jari-jari tangan). Ditaruhlah air yang ia bawa tersebut disana dan jadilah aliran air yang deras menuju daerah selatan. Karena itulah sungai yang alirannya sampai ke daerah Lebih ini dinamai Tukad Cangkir. Sejak itu rakyat di daerah selatan bisa bercocok tanam karena sudah ada aliran air untuk irigasi.

Untuk nama Rang Reng, konon diberi nama tersebut karena warna di dalam goa yang beraneka warna, ada yg agak keputihan, ada yg lebih gelap, coklat, hitam, biru gelap dan karena itu warga susah menyebutkan namanya, lalu disebutlah Rang Reng. “Saya sudah mendapati namanya begini sudah dari jaman tetua saya,”jelas Pak Nyoman sambil menerangkan bahwa belum ada penjelasan lebih lengkap lagi tentang nama Rang Reng selain karena hal warna. Nah air terjun yang kini sedang ramai dikunjungi ini adalah aliran air dari goa tersebut yang melalui bebatuan berundak2 sebelum mengalir menuju sungai, makanya namanya sama.


Di mulut goa terdapat campuhan (pertemuan dua sumber air) yang juga merupakan hulu Tukad cangkir, airnya berasal dari sungai dari daerah Bangli dan Gianyar utara. Bagi umat Hindu campuhan ini adalah tempat yang disucikan, digunakan untuk tempat melukat (meruwat/membersihkan diri). Selain itu campuhan ini juga digunakan untuk tempat ‘ngayut’ (salah satu rangkaian upacara ngaben) oleh warga desa. 


Setelah berbincang dengan seorang warga lokal sana, di areal air terjun ada juga sebuah cerukan seperti kolam yang konon merupakan tempat pemadian Ibu Teli. Jadi bagi pasangan yang menikah sudah lama tapi belum juga dikaruniai keturunan bisa mandi dan berendam disana, baiknya dilakukan saat pernama atau tilem (kajeng kliwon tidak disarankan) dan katanya sebaiknya dilakukan setiap 42hari. Entah benar atau tidak, katanya sih dari dulu banyak yang melakukannya dan berhasil, ahhhh kalau hal yang ini kita kembalikan ke kepercayaan masing-masing saja lah ya,hehe (untuk informasi lengkapnya mungkin bisa ditanyakan lagi disana)


Nah... sekarang sudah tahu kan sejarah tempatnya, jadi makin ngerti lah ya kalo areal tempat wisata Air terjun Goa Rang Reng adalah juga merupakan tempat suci, jadi mesti berwisata santun donk yaa :)



Note :

- Bagi pengunjung yang beragama Hindu bila tidak membawa canang bisa membeli canang di penjual yang ada di areal parkir. Sebungkus canang berisi lima buah canang harganya lima ribu rupiah. Bila akan berkunjung ke dalam goa dan air terjun, lima canang sudah cukup (satu canang untuk di Pelinggih Tegal Penangsaran, satu canang untuk batu besar di depan goa, satu canang untuk Pelinggih di dalam goa, dan dua canang untuk di Pelinggih dekat air terjun).

- Dimohonkan untuk berpakaian yang sopan, apalagi ketika masuk ke dalam goa, mengingat ini juga merupakan tempat suci diharapkan semua pengunjung agar menjaga perkataan dan perilaku, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

- Untuk pengunjung wanita yang sedang datang bulan dimohonkan agar tidak memasuki goa.

- Sudah disediakan dua bilik sederhana untuk ganti baju seusai mandi di air terjun.

- Tempat sampah sudah disediakan dibeberapa titik, jadi tidak ada alasan lagi untuk membuang sampah sembarangan.

- Silahkan ambil foto sebanyak-banyaknya deh, cuma jangan lupa hati-hati karena lumayan licin kalo manjat-manjat di air terjunnya.



Selamat berkunjung kawan-kawan


Salam,

kristinakomala