Rabu, 18 November 2015

Twin Lake View - Foto ala "Kekinian"

Yeayyyyyy.... kami sedang berada di salah satu spot fotoan paling hits di Buleleng \^.^/

Lokasinya di perbatasan desa Wanagiri dan Asah Gobleg. Tempat nongkrong dan ngopi-ngopi asik dengan pemandangan Danau Buyan dan Danau Tamblingan ini selalu ramai deh tiap hari. Gak cuma mas mbak bule aja yang nge'ramein tempat ini, mbak mas mbok bli wisatawan lokal pun banyakkkk. Makanya kalo mau fotoan kadang-kadang mesti sabar nungguin, yaaaaa kalo-kalo spot yang kalian mau masih ada orang yg selfie,hehehe

Kalian yang doyan fotoan sama ular, bisa juga deh melipir kesini buat fotoan kece. Ada papan bertuliskan "photo with animals" di sana, petugasnya sudah nyiapin beberapa hewan untuk diajak fotoan oleh pengunjung diantaranya seekor ular phyton seberat 15 kiloan yang mulutnya sudah diplester, iguana, dan kelelawar. Tarifnya 50K aja tuh untuk fotoan sepuasnya sama hewan-hewan itu.

Dannnnnnn, taaaaraaaa...... mumpung kami lewat sini, kami mampir dan ikut fotoan ngehits ala masa kini :D

Pose kekinian dan wajib disini :D

Biar foto couple rada beda dikit, kami foto couple sekalian pamer sepatu :D

Berasa lagi dimana gitu yaaa...:D Kalo aku sih spot favoritnya dipojokan sini, trus foto ala mbak mbakmbak model gini, wahahaha :D

Pemandangan Danau Buyan nampak seperti ada lukisan berwarna coklat dari atas sini, katanya itu adalah tanaman kapu-kapu berwarna kecoklatan (*kapu-kapu :biasanya disebut apu-apu (Pistia stratiotes) tanaman air yg mirip tanaman kol sehingga kadang disebut kol air/water lettuce biasanya berwarna hijau) yang populasinya membludak beberapa bulan belakangan ini.


Anggara, fotografer muda berbakat yang menjadi fotografer pribadiku, jurnalis cakep dan merangkap partner jalan-jalan, hehehe. Fotonya wajib aku ambil di sini spesial untuk ganti profile picture :D

nahhhh, ini yang aku bilang tadi, kadang mesti sabar banget ngeliat pemandangan macam begini kalo kesini, apalagi buat yang jomblo-jomblo biar gak baper lalu galao  :"(




Sebenarnya foto masih banyak banget, tapi gak mesti semualah yaaa aku pamerin disini, hehehehe

Sooooooo, weekend mau kemana kalian? Boleh kok mampir kesana... monggoooo mongggooooooo :)
Selfie boleh, pose-pose model juga boleh, tapi tetep hati-hati yaaa dan sampahnya dibuang ditempat sampah.

Salam kecup,
kristinakomala




*photo by Anggara Mahendra








Senin, 16 November 2015

KEDAI SARINAH : Es Ancruk Khas Singaraja dan Manisnya Kenangan Masa SMA


Bersama Ibu Siti, Pemilik Kedai Sarinah

Kalau ngomongin kenangan masa SMA, langsung banyak banget memori yang muncul di kepala. Tapi begitu mampir ke kota Singaraja bulan Agustus lalu, tempat pertama yang ingin saya kunjungi waktu itu adalah Kedai Sarinah. Kedai mungil yang juga merupakan rumah Ibu Siti, si empunya kedai ini berlokasi di jalan Hasanudin, Singaraja, tepat di sebelah sebuah masjid di sana (maafkan aku lupa nama masjidnya :D). 

Es Ancruk dan Rujak Cingur adalah dua menu andalan Ibu Siti. Tapi buat saya, es ancruk lah yang paling spesial. Menu minuman khas kota Singaraja yang cuma bisa dijumpai di kota Singaraja dan suasana yang sangat hommy di kedai ini membuatnya sangat spesial di hati saya dan lidah saya ^0^.

Es ancruk  yang katanya dulu adalah penganan wajib di bulan puasa kini bisa di temui setiap hari di beberapa tempat di kota Singaraja, biasanya dijual kaki lima dengan memakai gerobak, dan sepertinya satu-satunya kedai es ancruk di Singaraja ya disini ini (tambah spesial lagi lah pokoknya jadinya :D)

suasana di dalam kedai
Begitu sampai di kedai, ingatan langsung terlempar sejenak menuju dua belas tahun kebelakang. Tahun 2003, pertama kali aku diajak ke Kedai Sarinah sepulang sekolah oleh seorang teman dan sejak itu jadi lumayan sering mampir ke sana
Siapa sih yang engga tahu cuaca panas Singaraja kayak gimana, nah kebayang kan pulang sekolah jam setengah dua siang lalu melipir kesini, minum es ancruk dan makan rujak cingur enak buatan Ibu Siti?!? Segerr, enakkk, nyesss, dan kenyang :D

Ini sudah 2015, dua belas tahun berlalu tapi tak ada yang berubah dari tempat ini, suasananya sama, letak barang-barang di dalamnya pun tak banyak berubah, dan wajah Ibu Siti pun masih sama saja seperti dua belas tahun lalu waktu pertama bertemu beliau. (Astagaaaa, ibunya awet muda banget yak, aku sudah makin tua ibunya tetep segitu aja, hehehe) Bahkan kata Ibu Siti, kedai ini sudah ada sejak ia kecil, ketika itu orang tuanya menjual es ancruk juga, dan hingga kini ia masih melanjutkannya.


Ngomong-ngomong soal es ancruk, minuman bernama unik ini isinya adalah campuran dari bubur sumsum, kolak, agar-agar, kolang-kaling, ancruk (dibuat dari tepung ketan yg dibentuk bola-bola kecil, lalu direbus), diberi kuah santan dan sirup sebagai pemanis. Penasaran kenapa dinamai es ancruk lalu saya mencoba menanyakan kepada Ibu Siti. Kata beliau memang sudah dari jaman ibunya dulu namanya sudah begitu, entahlah. Hmmmm, baiklah..apapun alasan dan cerita di balik es ancruk itu, saya tetap suka. 

Obrolan kami lanjutkan tentang cerita-cerita beberapa pelanggan lamanya yang juga masih sering mampir. Ada yang datang bersama sahabat-sahabatnya untuk bernostalgia, ada yang datang untuk mengenang masa pacaran dulu, bahkan ada pelanggannya yang datang dari jaman pacaran sampai sekarang menikah hingga anaknya sudah besar-besar, dan banyak lagi cerita-cerita manis yang Ibu Siti bagikan tentang pelanggannya dan kenangan akan kedainya.

Dan saya, sepertinya kurang lebih alasan saya datang kesini sama dengan pelanggan yang lain, untuk melepas rindu pada kota Singaraja tercinta, lalu mengenang cerita-cerita manis semasa sekolah sambil menyeruput manis dan segarnya es ancruk yang dihidangkan (#eeeeeeaaaaaaaaa :p)

Dear Ibu Siti...Semoga masih ada beberapa puluh tahun  ke depan untuk mampir lagi di sana dengan menu yang sama dan suasana yang sama, namun lebih banyak lagi cerita yang dikenang.

Salam,
kristinakomala











*photos by Anggara Mahendra





                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 






Selasa, 10 November 2015

Goa Giri Putri - "Aku Pulang"

Pura Goa Giri Putri - Nusa Penida


Pura Goa Giri Putri, tujuan pertama kami ketika sampai di Pulau Nusa Penida. Aku dan Anggara menuju dusun Karangsari, Suana, Nusa Penida, lokasi pura ini yg kurang lebih 45 menit dari pelabuhan.
(*sekilas info : Goa Giri Putri dimaksudkan sebagai tempat bersemayamnya kekuatan/kesaktian Tuhan dalam manifestasinya berupa seorang perempuan/wanita cantik yang disebut ''Hyang Giri Putri''. (Giri artinya bukit/pegunungan. Putri artinya perempuan cantik. Dalam konsep ajaran Hindu, putri yang dimaksud adalah sebuah simbolis bagi kekuatan/kesaktian Tuhan yang memiliki sifat keibuan (kewanitaan)).

Setelah menitipkan dua backpack bawaan kami di warung di depan pura, kami mulai menapaki puluhan anak tangga menuju tempat persembahyangan pertama sebelum masuk ke dalam goa. Terdapat padmasana dan sebuah Arca Ganesha yang terletak di depan mulut goa. Persembahyangan pertama dilakukan disini untuk memuja Hyang Tri Purusha dan Ganapati untuk memohon ijin sebelum memasuki areal goa. Pemangku akan mempimpin persembahyangan disini dan selanjutnya Beliau pula akan mengantarkan kami melanjutkan perjalanan dan persembahyangan di dalam goa. 

lobang kecil untuk masuk ke dalam goa
Kami masuk ke dalam goa melalui lubang kecil seperti di foto. Dannnn... wow, ternyata persis seperti cerita yg sering aku dengar, di dalam goa itu luas banget

Total ada 6 persembahyangan yang kita lakukan disana. Setelah persembahyangan pertama di depan goa tadi dilanjutkan ke Pelinggih kedua untuk memuja Ida Hyang Wisnu dan Wasuki. Dewa Wisnu merupakan Dewa Pemelihara dan Hyang Naga Basuki yang merupakan lambang kemakmuran dan dan bersifat penolong/penyelamat. 

Persembahyangan ketiga, keempat dan kelima lokasinya berdekatan. 
Tahap ketiga, kami dilukat (dibersihkan dengan air suci) di Pelinggih Dewi Gangga, tujuannya untuk memohon penglukatan Dasa Mala dari Hyang Giri Putri, Hyang Giri Pati, dan Dewi Gangga agar segala hal-hal negatif dalam diri diruwat dan dimusnahkan.
Tahap keempat, melanjutkan persembahyangan di Pelinggih Ida Hyang Giri Pati yang letaknya di depan tempat melukat tadi untuk memohon pasupati penglukatan.
Beranjak dari sana kami menuju persembahyangan selanjutnya (Tahap kelima) yang masih berada dalam satu komplek dengan pelinggih sebelumnya. Dengan menaiki beberapa anak tangga (sebelumnya jangan lupa untuk melepas alas kaki sebelum menaiki tangga) kami menuju ke Pelinggih Ida Hyang Giri Putri yang berada di tengah-tengah diatas dinding goa (dulu katanya tangga ini masih berupa tangga bambu, lalu diganti dari bahan pelat mobil, hingga sekarang sudah dibangun tangga permanen). Sebelum menaiki tangga, ada sebuah pelinggih berupa pengrurah linggih Ida Ratu Tangkeb Langit, beliau adalah penjaga Ida Hyang Giri Putri.
Seusai melakukan persembahyangan di Pelinggih Ida Hyang Giri Putri, kami menuju ke Pelinggih Payogan, beberapa meter masuk lagi menuju ke goa kecil dari pelinggih tadi.

Di Payogan ini kami meditasi sejenak, dannnnnnnn beberapa tetes air mataku tak terasa menetes saat aku bersujud di hadapan Pelinggih Ida, seperti ada rasa haru dan rasa rindu menumpuk di dada lalu luruh menjadi tetesan air mata. Ahhhh aku mendadak melow, tapi aku senang sekali bisa ada disana, rasanya seperti pulang, lalu mengadu dan bercerita apa saja kepada ayah dan ibu :D 

Pamit dari Pelinggih Payogan, aku sambil masih terbengong (efek menagis di Payogan) dan masih ditemani Anggara melanjutkan persembahyangan terakhir di ujung goa. Ada empat pelinggih disana, satu berupa Padmasari(sthana Hyang Siwa Amerta/Mahadewa), sebuah Gedongsari (sthana Hyang Sri Sedana/Ratu Syahbandar), sebuah patung Dewi Kwam Im, serta sebuah altar Dewa Langit. Semuanya merupakan Dewa Pemurah, Pengasih dan Penyayang serta Dewa-Dewi Kemakmuran. Ornamen hiasan berwarna merah di atap goa berupa lampion dan naga dari kertas membuat sudut goa ini menjadi sangat meriah. Terasa sekali perpaduan konsep Siwa-Buda di sini. Setelah berdoa dan diberi tirtha oleh Pemangku di sana, kami diberikan gelang tridatu (gelang dari benang yg berwarna merah, putih dan hitam) untuk dipakai.

Dari lokasi persembayangan terakhir ini sudah ada tangga sebagai akses keluar goa. Dengan berjalan kaki sekitar 15 menit kita akan sampai di lokasi parkir kendaraan di depan pintu masuk pura. 
Sebenarnya belum puas berlama-lama menikmati suasana di dalam goa, namun karena perjalanan hari itu harus dilanjutkan maka kami merelakan diri untuk pamit dari sana menuju tempat selanjutnya.
Terimakasih semesta membawaku pulang kesini, ke Goa Giri Putri :)
temukan ini saat menuju lokasi parkir jika keluar goa menuju parkiran :D








*photo by Anggara Mahendra
"Thanks Anggara untuk semua foto-foto dan menjadi teman perjalananku, semoga semesta selalu mengasihimu"